Teman yang Menghilang (Prosa)

Mencoba menyatukan 34 kepala, dengan masing-masing perbedaan, adalah pekerjaan yang sulit.

Ditambah lagi jika mereka menutup dirinya, serapat pintu kamarnya.

Berusaha berbicara dengan semuanya, berusaha menjadi akrab, walaupun ditatap dengan tatapan keraguan.

Menjadi seseorang yang menjadi tolak ukur, bukanlah suatu hal yang mudah.

"Jika dia bisa berbicara dengan orang itu, masa aku tidak". Begitulah kata mereka.

-

Bekerja secara diam-diam, tetapi harus terlihat.

Menjadi orang lain, agar bisa bersatu.

Skala ini sungguh kecil jika dibandingkan dengan pemersatu bangsa.

Dia pasti kesulitan, apakah dia menjadi orang lain juga? 

Tetapi setelah masa tiga tahun berlalu, aku tahu semua pasti akan berpisah.

Apakah pekerjaanku sia-sia?

Sepertinya tidak, karena aku tahu bahwa hal itu akan terjadi.

Bukankah hidup itu sia-sia? 

Tidak bukan.

Hidup ini hanya terdiri dari momen-momen yang kita pilih tuk kita kenang.

Kita tidak akan mengingat semua detail kecil yang sudah terjadi.

Jadi menurutku sepertinya tidak akan sia-sia, jika aku bisa dikenang mereka, walaupun hanya menjadi orang di latar belakang, yang teraba.

Tugasku seperti sudah berakhir, karena sekeras apapun aku berusaha, jika sudah tidak dekat, akan sulit untuk berteman.

Karena kehidupan pertemanan seperti kerucut.

Ketika masih dibawah, lingkaran pertemanan masih besar, tetapi semakin keatas, lingkaran itu mulai mengecil, sampai akhirnya hanya tersisa satu orang, yaitu pasangannya.

Sudah tidak banyak hal yang bisa dilakukan, karena jika mereka memilih mementingkan temannya daripada pasangannya, pasti akan terjadi keretakan internal, tetapi kalau mereka memilih pasangannya, sudah jelas merenggangkan hubungan dengan temannya, tetapi kita belum sampai masa itu, masih ada beberapa tahun lagi.

Aku sekarang hanya sedang kesulitan, untuk menempatkan mereka sebagai apa.

Teman Lama?

Teman SMA?

Teman yang akan dilupakan?

Atau macam-macam klasifikasi yang lainnya.

Seberapa pentingkah sekarang mereka di hidupku?

Apakah mereka akan marah jika aku punya pemikiran seperti ini?

Apakah mereka tidak akan peduli lagi?

Lagi-lagi hanya waktulah yang bisa menjawab, karena sekeras apapun aku mencari, jawabannya tidak akan kudapat, karena jawaban itu belum ada.

Untuk sekarang, aku hanya akan berperan sebagai pantulan, sampai mereka menemukan seseorang, yang akan lebih sering mereka temui, dan terus berulang hingga sendiri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dingin (Cerpen)

Jari Terkadang lebih Jahat daripada Mulut (Prosa)

Kesepian (Prosa)